Selasa, 11 Oktober 2011

Dugaan pencaplokan batas wilayah NKRI di Kalimantan Barat oleh Malaysia

Indikasi pencaplokan tanah oleh negeri jiran di Dusun Camar Bulan Desa Temajuk Kabupaten Sambas bukan isapan jempol. Faktanya, sebagian wilayah NKRI itu masih dalam Outstanding Boundary Problem (OBP) alias dalam proses perundingan. Dilapangan, patok batas negara banyak yang rusak, hilang dan bergeser. Akibatnya jengkalan wilayah Indonesia terindikasi berkurang. Arlizen  AB, Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Kabupaten Sambas, yang pernah menjabat Camat Paloh selama kurun waktu tahun 2002-2008, menjelaskan,  permasalah batas Negara ini bukan merupakan masalah baru.  Namun harus disikapi serius. Bermula dari laporan warga setempat, adanya indikasi kerusakan patok batas negara. Informasi ini pun ditindaklanjuti. 27 Agustus 2005 turunlah tim yang terdiri dari unsur Kecamatan, Koramil, Libas (Satuan Penjaga Lintas Batas), Perangkat Desa, Brimob dan tokoh masyarakat (11 orang).  Mereka menemukan patok yang diduga telah dirusak berjarak sekitar 2.800 meter dari A104 yang ada. Ini dituangkan dalam Surat Camat Paloh No. 074/497/Pem-Tb, 31 Agustus 2005.
“Awalnya dari laporan masyarakat kurang lebih 3.000 meter patok batas kedua negara masuk ke wilayah Malaysia di titik A104 (Camar Bulan).  Setelah dicek pastinya 2.800 meter dengan jarak tempuh diduga 1 jam 6 menit,” jelasnya kepada Pontianak Post, kemarin (10/10). 

Bahkan ia menegaskan dari cek di lapangan patok dalam keadaan rusak. “Dengan rusaknya patok ini maka mudah terjadi pergeseran,” katanya. Masalahnya sudah kurang lebih enam tahun, tapi baru sekarang kembali mencuat ini. Kini tim kecil Outstanding Boundary Problem (OBP) telah sepakat untuk membahas permasalahan batas mulai dari sektor timur (segmen Pulau Sebatik) sampai dengan segmen Tanjung Datu.Secara diplomatik urusan ini bisa saja dilakukan kedua negara dengan membuat MoU, namun secara sosial kemasyarakatan di lapangan sudah terjadi hal yang serius.

Sebagai informasi Desa Temajuk Kecamatan Paloh ini terdiri dari dua dusun Camar Bulan berpenduduk 927 jiwa atau 271 KK, sedangkan Dusun Maludin berpenduduk 815 jiwa atau 214 KK. Hubungan masyarakat perbatasan kedua negara terjalin baik, karena masyarakat kedua negera memiliki ikatan emosional yang kuat. Meski hidup ditanah yang sama, identitas warga berbeda, Indonesia dan Malaysia. Selain kerusakan patok negera yang mengancam wilayah Indonesia. Kondisi sosial masyarakat Desa Temajuk dan ketersediaan infrastruktur dalam rangka pemenuhan hajat hidup masyarakat relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi di daerah jiran yang bersinggungan langsung yaitu Telok  Melano (Malaysia). Meskipun demikian, kepedulian masyarakat tentang isu terkati masalah batas negara relatif tinggi.

Sebagai ilustrasi, pernyataan di atas dapat dilihat dari kondisi objektif di lapangan. Dalam obrolan keseharian sebagian masyarakat dapat ditangkap kekesalan mereka atas tindakan negara tetangga yang telah ‘menggeser’ patok batas dan merugikan Indonesia. \Dalam bentuk aksi nyata, beberapa anggota masyarakat yang aktivitas kesehariannya bergerak di bidang pertanian telah dengan sengaja bercocok tanam di wilayah negara tetangga (berdasarkan patok yg ada sekarang). Mereka  menanam tanaman lada, karet dan sengon. Bahkan secara perorangan beberapa warga masyarakat mencari informasi ‘historis’ tentang letak patok batas negara.  “Untuk patok batas negara ini kondisinya memprihatinkan terbuat dari semen bentuk balok dengan ukuran 10 cm x 10 cm dengan tinggi 40 cm diatas permukaan tanah,” katanya. Jika dilihat dari dokumen foto yang diperlihatkan Kabag Tapem kepada Pontianak Post, tampak patok batas jelek dan rusak.  Bahkan lebih bagus patok yang dibuat patok antar batas kabupaten, kecamatan atau desa di Indonesia. Dari titik koordinat beberapa patok batas di Desa Temajuk,  mulai A52,A53,A54,A55,A76,A78,A91,A104, ada patok yang hilang yakni patok A 77.

“Patok A77 tidak ada, seharusnya setelah A76 ada A77, baru seterusnya.  Tapi di lapangan tidak ada.  Jarak antara patok pun variatif.  Bahkan patok A76 dan A78 hanya berjarak 50 meter saja,” jelasnya. Jadi ujarnya, jika ditarik dari patok batas yang diklaim Malaysia ke bibir pantai hanya berjarak kurang lebih 1 Km. “Jadi orang dulu biasanya berjalan kurang lebih 4 Km masih wilayah Indonesia, tapi sekarang kurang lebih berjalan 1 Km sudah masuk Malaysia,” tandasnya.  Dari pantauan di lapangan, dalam hal bercocok tanam dan mendirikan bangunan, warga Malaysia sudah mendirkan rumah singgah (homestay) dan bercocok tanam. Dari tinjauan lapangan, rumah singgah ini hanya berjarak 50 meter dari patok batas negera, bahkan ada tanaman warga Teluk Melano (Malaysia) berjarak 2 meter saja dari patok negara. “Padahal sesuai kesepakatan, seharusnya ada wilayah steril berjarak 500 meter diukur dari letak patok batas kedua negera, namun kenyataannya berkata lain,” jelasnya.

Bahkan orang Melano sudah ada membuat terasering menggunakan alat berat di Gunung Teluk Melano.  Dari pemaparan yang ada, Kabag Tapem, memberikan saran agar pemerintah Indonesia harus segera menuntaskan masalah ini, tidak hanya upaya diplomatik melainkan kroscek ke lapangan. “Bila perlu permasalahan ini tak sebatas diselesaikan di ruang kerja atau perundingan diatas meja, melainkan melibatkan seluruh komponen pemerintah tingkat bawah dan masyarakat dari kedua belah Negara duduk bersama,” pungkasnya.Bupati Sambas Juliarti Djuhardi Alwi menegaskan pihaknya dalam hal ini berupaya menjaga stabilitas keamanan baik masyarakat perbatasan maupun Kabupaten Sambas keseluruhan. Hal ini dikarenakan persoalan penentuan tapal batas negera merupakan wewenang pusat bukan pemerintah Kabupaten. “Dalam hal ini kami telah melakukan pengecekan, dan nantinya kami akan turunkan tim lagi untuk mempertegas hasil pengecekan di lapangan yang pernah kami lakukan,” ungkapnya. Dikatakannya, belum tuntasnya batas kedua Negara ini, lanjut Juliarti, dikarenakan kedua Negara memiliki referensi berbeda, sehingga hal inilah yang lagi dalam proses perundingan. Dalam waktu dekat, pemkab Sambas akan memanggil seluruh pimpinan SKPD terkait, perangkat desa, camat dan tokoh pemuda dan masyarakat, agama. “Hanya ingin meluruskan dan memberikan informasi yang utuh terkait masalah ini agar tidak ada kerancuan dalam masyarakat,” terangnya.


Jajaran Kemenko Polhukam langsung menggelar rapat menyikapi isu pencaplokan wilayah NKRI oleh Malaysia di Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Sambas, Kalbar. Setelah rapat, Menko Polhukam Djoko Suyanto memastikan tidak ada wilayah Indonesia di Kalbar yang dicaplok Malaysia.
    Menurut Djoko, sesuai dengan perjanjian perbatasan RI-Malaysia pada 1978, sejumlah titik di Camar Bulan  dan Tanjung Datu hingga saat ini masih dalam outstanding boundary problems (OBP) atau proses pembahasan diplomasi. ’’Sudah ditetapkan koordinatnya, tidak ada yang berubah. Saya tidak tahu pencaplokannya di mana,’’ jelas Djoko.

    Sejumlah menteri yang ikut rapat, antara lain, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa, dan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono. Pertemuan itu sekaligus untuk mempersiapkan materi pertemuan dengan Komisi I DPR yang rencananya digelar hari ini (11/10).
    Meski begitu, Djoko tidak memungkiri bahwa ada beberapa patok penanda perbatasan RI-Malaysia di perairan Tanjung Datu yang hilang karena ditelan abrasi pantai. ’’Patok-patok ini tidak terlihat oleh masyarakat setempat karena terendam permukaan air laut,’’ jelasnya.    Tidak terlihatnya patok ini, kata Djoko, tidak menjadi persoalan. Sebab, kedua negara sudah memiliki patok koordinat yang lebih paten daripada batas patok.
    Sanggahan lain dari Djoko adalah tentang temuan Wakil Ketua Komisi I DPR Hasanuddin bahwa telah terjadi pergeseran patok perbatasan bernomor 104. Mantan Panglima TNI itu menjelaskan, pihaknya sudah memerintahkan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) untuk melihat patok perbatasan yang disebut sudah digeser tadi.    Dari hasil tinjauan di lapangan oleh tim Bakosurtanal, ternyata tidak ada pergeseran titik perbatasan. Termasuk patok bernomor 104. Djoko menegaskan bahwa pemerintah tidak merelakan teritorialnya dicaplok oleh negara tetangga. Apalagi, ada isu bahwa kawasan tersebut memang digadaikan karena mengandung banyak SDA. ’’Pegangan kami adalah perjanjian 1978. Tidak ada pegangan lain,’’ tandas Djoko.
    Di bagian lain, Mendagri Gamawan Fauzi menjelaskan, sejak perjanjian 1978 itu titik perbatasan Indonesia-Malaysia di Camar Bulan  belum paten. Untuk memastikannya, masih ada agenda perundingan antara kedua negara. Di antaranya, perundingan yang akan digelar di Malaysia 18-20 Oktober depan.     ’’Saya menyarankan jangan buru-buru kita sebut itu mencaplok. Kita kan tiap saat berunding dengan Malaysia. Ini juga pernah kita bahas pada 1978 di Semarang,’’ kata Gamawan. Dia menjelaskan, pembahasan perbatasan digelar secara rutin oleh Indonesia dan Malaysia.

    Gamawan yang juga menjadi kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengatakan, persoalan tapal perbatasan tidak ada sangkut pautnya dengan BNPP. Posisi BNPP selama ini adalah untuk mengelola kawasan perbatasan. Penjagaan perbatasan adalah wewenang TNI. Untuk penentu perbatasan, sebut Gamawan, Kemenlu menjadi leading sector melalui pembahasan diplomatik.    Sementara itu, berdasar pengakuan Pangdam XII Tanjungpura Mayjen Gerhan Lantara, titik rawan perbatasan hanya dijaga 32 pos. TNI melakukan tugas sesuai dengan angka-angka koordinat masing-masing di sepanjang Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang berbatasan dengan Serawak dan Sabah, Malaysia.    Dia menjelaskan, saat muncul persinggungan antara patroli TNI dan tentara Malaysia, tentara kedua negara langsung membuka GPS masing-masing. Dengan cara ini, perbatasan kembali ke posisi semula. Untuk Dusun Camar Bulan , jelas Gerhan, titik koordinatnya tidak bergeser karena selalu diamankan TNI yang rajib berpatroli bersama tentara diraja Malaysia. ’’Tidak ada pencaplokan. Kami tidak akan mundur. Nyawa kita pertaruhkan jika ada pencaplokan,’’ ujarnya