Senin, 12 September 2011

10 tahun Windows XP tetap palin banyak digunakan

Memasuki usia satu dekade, sistem operasi Windows XP buatan Microsoft ternyata masih banyak dipakai pengguna komputer meski sudah ada dua versi lebih baru Windows Vista dan Windows 7. Bisa jadi ini merupakan produk yang paling lama disukai pengguna karena karena sampai saat ini pun masih merupakan versi Windows yang paling banyak digunakan.

Berdasarkan data riset Net Applications, Windows XP masih mencatat pangsa pasar 49,8 persen pada Juli 2011. Ini untuk pertama kalinya sistem operasi tersebut tercatat di bawah pangsa pasar 50 persen. Hal tersebut karena naiknya popularitas Windows 7 yang sudah mencapai 29,7 persen.

Meski maish dominan, Microsoft sebenarnya risau karena teknologi yang digunakan sudah bisa dikatakan uzur. Bulan lalu, Microsoft merilis edaran buat para pengguna bahwa saat ini adalah waktu yang tepat beralih dari Windows XP ke Windows 7. Microsoft akan mengakhiri dukungan kepada Windows XP SP 3 pada April 2014.

Perlu diketahui, Windows XP mulai memasuki status RTM (release to manufacture) pada 24 Agustus 2001 atau versi yang siap diproduksi massal. Namun sebenarnya versi yang paling banyak dipakai adalah SP 2 yang dirilis Agustus 2004 dengan perbaikan di sisi teknis terutama keamanannya. Namun, yang membuat XP disenangi adalah kinerja yang optimal dengan spek hardware tidak terlalu tinggi.

Jumat, 09 September 2011

Ribuan Rakyat Jogja Silaturahmi dengan Sultan

Sri Sultan Hamengku Buwono X tidak mengira ribuan masyarakat akan hadir ke Keraton Yogyakarta dan mendukung penetapan dirinya sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Dukungan tersebut disampaikan warga melalui Ketua DPRD DIY dan lima ketua DPRD kabupaten/kota se-DIY.
“Saya baru mendengar kabar soal acara ini, Sabtu (4/9/2011) setelah membaca koran lokal. Saya sempat tanya kepada teman dan adik saya tentang bagaimana acara ini, tapi mereka tak memberi tahu,” kata Sultan, Senin (5/9/2011) di sela acara Syawalan dan Peringatan 66 Tahun Amanat 5 September di Pagelaran Keraton Yogyakarta.

Dalam acara tersebut hadir ribuan warga Yogyakarta yang terdiri dari pegawai negeri sipil, mahasiswa, dan masyarakat. Turut diarak pula 66 gunungan sebagai simbol peringatan 66 tahun Amanat 5 September 1945, yaitu momentum bergabungnya DIY dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejak pukul 10.00 hingga saat ini, ribuan warga Yogyakarta masih antre berdesak-desakan untuk bersilaturahmi dengan Sultan dan Permaisuri GKR Hemas. Karena berdesak-desakan, beberapa warga pingsan.

Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta pendukung rencana penetapan Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY tanpa batas waktu masa jabatan. Hal ini mereka tuangkan dalam Amanat Rakyat DIY yang akan dibacakan dalam Syawalan istimewa sekaligus peringatan 66 tahun Amanat 5 September 1945 di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Alun-alun utara, hari ini.

Panitia peringatan 66 tahun Amanat 5 September 1945, Totok Sudarwoto, mengatakan mereka menggagas jabatan gubernur tanpa batas masa jabatan sebagai penghormatan atas Amanat 5 September dari Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII. "Kami tak menyebut angka. Tapi siapa pun yang menjabat Sultan dan Paku Alam," katanya.

Menurut Totok, tugas Sultan dan Paku Alam adalah mewujudkan masyarakat DIY yang tenteram, maju, dan sejahtera, yang setara dengan harkat-martabat bangsa-bangsa lain. "Keduanya bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden dan rakyat DIY," katanya lagi.

Sementara itu, adik kandung Paku Alam IX, Kanjeng Pangeran Haryo Indrokusumo, mengatakan siapa pun yang nanti menggantikan Paku Alam IX harus sesuai dengan paugeran dan mampu menjalankan tugas serta fungsi wakil gubernur. Paugeran yang dimaksud adalah aturan yang berlaku di Kadipaten Pakualaman untuk ditetapkan sebagai Adipati Paku Alam X.

Dimintai komentar mengenai sikap diam PA IX atas isu-isu keistimewaan DIY selama ini, Indrokusumo menegaskan bahwa itu merupakan wujud satu-kesatuan antara keraton dan kadipaten. "Apa yang harus dikomentari? Karena koordinasi keduanya sudah ada sebelumnya," ujarnya.

Secara terpisah, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. mengatakan jika nanti ada konflik menyangkut Undang-Undang Keistimewaan, bisa saja itu dibawa ke Mahkamah. Mahfud mengatakan hal ini dalam acara Syawalan bersama di rumahnya di Dusun Sambilegi Lor, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman.

Tapi saat ini, menurut Mahfud, karena belum disahkan, konflik menyangkut Rancangan Undang-Undang Keistimewaan masih menjadi wewenang pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. "Itu terserah pemerintah dan DPR," katanya.

Purwo Santoso, anggota Tim Penyusun Draf RUU Keistimewaan dari Universitas Gadjah Mada yang ditemui di rumah Mahfud, mengkritik diskusi tentang keistimewaan DIY yang hanya mengerucut pada urusan penetapan Sultan dan Paku Alam. "Itu cara berpikir yang tidak demokratis, karena tidak mengartikan keistimewaan secara tepat guna dan sesuai dengan perkembangan zaman," ucapnya.

Menurut Purwo, sebenarnya banyak hal lain yang lebih penting, yakni soal institusi keraton itu sendiri, Sultan/Paku Alam ground, serta peran dan tata cara keraton. "Selama ini masyarakat hanya diajak menuntut pengukuhan kekuasaan Sultan," katanya.

Tim Penyusun Draf RUU Keistimewaan dari UGM, lanjut Purwo, tetap berpegang teguh pada prinsip demokrasi. Penjabarannya, menurut dia, Gubernur dan Wakil Gubernur DIY harus dipilih secara demokratis.

dari beberapa sumber dengan bantuan mabh Google dan dikatakan ada 59 berita sejenis...
Memang Jogja tetap Istimewa apapun yang terjadi

Kompas TV, Inspirasi Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah televisi lokal yang tergabung dalam Asosiasi Televisi Lokal Indonesia, termasuk Kompas TV, Kamis (28/7/2011) malam ini menandatangani deklarasi terbentuknya Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia. Asosiasi tersebut juga disaksikan langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring di Hotel Santika, Jakarta.

Salah satu isi deklarasi itu adalah menjaga dan membela kepentingan industri penyiaran pada umumnya dan televisi lokal berjaringan khususnya. Menurut Managing Director Kompas TV Bimo Setiawan, organisasi ini juga berusaha untuk memadukan antara kemampuan nasional dan lokal yang bisa menjadi alternatif tontonan masyarakat.

"Dengan ini maka terbentuk sebuah tayangan televisi alternatif sehingga ada acara nasional dan ada acara lokal. Dengan berjaringan, kekuatan-kekuatan tiap-tiap televisi bisa dipadukan sehingga warna Indonesia menjadi lebih kelihatan, terlihat konten nasional dan ada konten lokal," ujar Bimo di Hotel Santika.

Menurutnya, Kompas TV pun memiliki kepentingan terhadap model baru dari televisi berjaringan tersebut. Terlebih lagi, saat ini televisi dengan tagline "Inspirasi Indonesia" tersebut masih baru menapaki dunia penyiaran televisi lokal. "Kompas TV, sebagai sebuah kekuatan yang baru, memang sangat berkepentingan dengan model yang berjaringan ini. Ini karena kami akan membuat tayangan seperti yang dimaui oleh televisi berjaringan ini, yaitu kombinasi antara nasional dan lokal. Melalui asosiasi ini, kami mendorong agar televisi bisa semakin maju di daerah," sambung Bimo.

Menurut Bimo, hal ini tentunya juga akan memberikan kesempatan secara positif bagi televisi lokal untuk bersaing dengan televisi nasional. "Ini akan mempunyai kesempatan untuk bersaing di nasional. Artinya, penonton akan punya alternatif, kan. Jadi, yang berjaringan ini akan membuat beberapa program bersama, dan ada beberapa program tiap-tiap daerah. Soal bersaing atau tidak, itu soal produksi kreativitas stasiun TV masing-masing," tuturnya.

Bimo menekankan bahwa saat ini asosiasi tersebut memiliki pekerjaan rumah untuk memajukan televisi lokal karena masih banyak yang perlu diperbaiki dari televisi-televisi lokal. "Hari ini pekerjaan rumah dari Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia adalah membangun kemampuan lokal, baik dari sumber daya manusia, infrastruktur, konten, dan pemasaran. Kalau beberapa jaringan kan sudah jalan. Kalau untuk Kompas TV, kami mulai jalan bulan September," tuturnya.

JAKARTA, KOMPAS.com — Program-program KompasTV kini hadir di layar televisi nasional melalui kerja sama dengan saluran berjaringan di beberapa wilayah Indonesia, mulai Selasa (30/8/2011).
Pada Jumat, 9 September 2011, KompasTV akan resmi mengudara. Ini ditandai dengan peluncuran KompasTV di Jakarta Convention Center, Jakarta.

Pemirsa di Tanah Air sudah bisa menikmati konten KompasTV di saluran ktv (28 UHF) untuk wilayah Jabodetabek, stv (34 UHF) Bandung, btv (47 UHF) Semarang, atv (32 UHF) Batu-Malang Raya, bctv (40 UHF) Surabaya, mostv (52 UHF) Palembang, khatulistiwatv (39 UHF) Pontianak, makassartv (23 UHF) Makassar, dan dewatatv (23 UHF) Bali.

Direktur Pelaksana KompasTV Bimo Setiawan di Jakarta mengatakan, pada Jumat, 9 September 2011, KompasTV akan resmi mengudara. Ini ditandai dengan peluncuran  KompasTV di Jakarta Convention Center, Jakarta.

”Tanggal 9 September menjadi tanda kehadiran kali pertama kerja sama KompasTV dengan lembaga penyiaran daerah,” kata Bimo. Sejauh ini, berbagai persiapan untuk peluncuran  KompasTV terus dilakukan.
Bimo mengatakan, mulai 30 Agustus 2011 hingga 8 September 2011, KompasTV sedang melakukan simulasi operasi on-air, simulasi operasi teknik, dan simulasi untuk fungsi lainnya. ”Kami akan mengudara secara penuh pada 9 September,” kata Bimo.

Sejauh ini, menurut Bimo, KompasTV sudah menjalin kerja sama dengan sembilan lembaga penyiaran daerah. ”Permintaan kerja sama terus mengalir,” katanya. Komposisi siaran terbagi dalam 70 persen nasional dan 30 persen lokal.

Adapun komposisi program KompasTV adalah 60 persen berita dan inspiring knowledge serta 40 persen hiburan (entertainment). Daftar program-program yang sudah siap tayang dapat dilihat di situs web http://www.kompas.tv.