Pangeran Diponegoro, pejuang berkuda dari tanah Jawa dengan sorban putih dan senjata keris sering juga disebut dengan “Pahlawan Goa Selarong”. Karena Sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan tempat keramat yang satu ini, yaitu Goa Selarong.
Gua Selarong adalah saksi sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro dan laskarnya yang digunakan sebagai markas gerilya melawan penjajahan Belanda. Dari area gua inilah Pangeran Diponegoro menyusun taktik dan berdiskusi dengan para pengikutnya dalam upaya melakukan serangan kepada Belanda. Selama bermarkas di Gua Selarong, laskar Pangeran Diponegoro telah diserang tiga kali oleh Belanda, yaitu pada tanggal 25 Juli, 3 Oktober, dan 4 Oktober 1825. Peperangan yang terjadi antara Laskar Pangeran Diponegoro dan Belanda itu dikenal dengan nama Perang Jawa yang berlangsung selama lima tahun, yaitu pada tahun 1825 - 1830.
Pangeran Diponegoro (1785 - 1855) adalah putra sulung Sultan Hamengkubowono III (1769-1814). Pangeran Diponegoro tidak berambisi untuk menjadi raja dan lebih memilih hidup merakyat dan tinggal di Desa Tegal Rejo. Karena dikepung Belanda pada tanggal 20 Juli 1825 di Desa Tegal Rejo, maka Pangeran Diponegoro bersama pengikutnya kemudian menyingkir ke Gua Selarong.
Gua Selarong terletak di Dusun Kembang Putihan, Desa Guwosari Kecamatan Pajangan, Bantul. Letaknya berada di selatan Kota Gudeg ini, kira-kira berjarak 14 km dari pusat kota atau jika menggunakan perjalanan darat akan memakan waktu sekitar 45 menit lamanya.
Gua Selarong terletak di deretan pegunungan kapur yang sejuk karena ditumbuhi oleh pepohonan rindang. Dalam kompleks wisata Gua selarong ini terdapat sejumlah obyek wisata yang bisa Anda nikmati. Begitu masuk area wisata ini, Anda akan melihat hamparan luas sebuah pelataran yang juga digunakan sebagai area parkir. Di sini Anda juga akan menemukan sebuah patung Pangeran Diponegoro di atas kuda dan juga peta lokasi tempat wisata tersebut.
Kompleks Goa Selarong terletak di lokasi perbukutan kapur setinggi kurang lebih 35 m yang dipenuhi oleh pepohonan yang labat nan rindang. Letaknya sangatlah curam, kemiringan bisa sekitar 45 derajat. Untuk mencapainya, siapapun orangnya harus meniti ratusan anak tangga sejauh 400 m untuk bisa sampai ke tempat itu.
Goa Selarong ini berbentuk sempit dengan lebar kira-kira hanya 3 m dan tinggi yang tak lebih dari 2 m, sedangkan panjang ke dalamnya cuma sekitar 3 m saja. Tidak ada yang istimewa dari bentuk Goa Selarong ini. Orang Jawa menyebut goa jenis seperti ini dengan sebutan goa buntet alias buntu tidak tembus berlubang. Jadi, goa ini merupakan cekungan cadas biasa saja tanpa ada tembusannya ke dalam.
Itulah sebabnya yang membuat mengapa Pangeran Diponegoro dan pasukan setianya akan sangat sulit ditangkap dan sama sekali tidak pernah tersentuh atau sekalipun terlihat oleh mata pasukan Belanda, jika sedang bersembunyi di Goa Selarong ini.
Walaupun pasukan Belanda telah sampai di kompleks tersebut, namun pasukan kompeni tetap saja tidak dapat melihat bahwa sebenarnya terdapat ratusan pasukan Diponegoro bersembunyi di dalam Goa Selarong. Pasukan kompeni hanya berputar-putar di lokasi dan hanya bisa melihat gunungan batu cadas yang tak berpenghuni.
Tak heran jika kemudian untuk memancing seorang Diponegoro agar mau keluar dari Goa Selarong, kompeni Belanda melalui Jendral De Kock harus melakukan politik adu domba dengan cara mengajak berunding Diponegoro di Magelang pada sekitar tahun 1830, untuk kemudian menangkap dan mengasingkannya ke Makasar, Sulawesi Selatan hingga akhir hayatnya di tahun 1855.
Keramatnya kompleks Goa Selarong dengan pintu goa gaibnya yang bernama Goa Selarong ini memang sudah tersohor bagi telinga masyarakat Jawa hingga saat ini. Kompleks ini pun terbilang wingit alias angker, pada malam-malam tertentu seperti malam Jumat Kliwon atau malam Selasa Kliwon, terkadang dari dalam perut Goa Selarong terdengar lantunan gending-gending Jawa yang sedang ditabuh. Ada suaranya, namun tidak ada wujudnya.
Konon diyakini, pada kedua hari tersebut para gaib sedang berkumpul di tempat-temat keramat, termasuk di Goa Selarong ini. Pada saat itulah, dari malam hari sampai subuh tebaran aroma seperti dupa dan kemenyan pasti sangat jelas menyeruak dari Goa Selarong ini.
Selain gua, Anda juga bisa mengunjungi sebuah sumber air yang bernama Sendang Manik Maya. Untuk menuju sendang ini, Anda harus melewati jembatan kecil di atas kali kering yang merupakan tempat mengalirnya limpshsn sir terjun di saat hujan. Selain itu Anda juga harus berjalan kaki melewati jalan setapak sejauh kurang lebih 100 meter untuk sampai ke sendang. Sendang ini diyakini sebagai sumber mata air abadi yang dahulu digunakan oleh rombongan Pangeran Diponegoro untuk mandi dan bersuci. Tidak jauh dari Sendang Manik Maya, terdapat sebuah sumber mata air lainnya yang dikenal dengan nama Sendang Umbul Mulya. Sendang ini merupakan mata air untuk memasak dan mencuci.
Gua Selarong juga dikenal sebagai obyek wisata religius. Para pelaku wisata religius biasanya melakukan ritual meditasi di Gua Selarong. Selain itu Gua Selarong juga menjadi tempat wisata budaya. Setiap satu tahun sekali di bulan Juli di Gua Selarong diadakan acara Grebeg Gua Selarong untuk mengenang waktu hijrahnya Pangeran Diponegoro ke Gua Selarong sekaligus sebagai peringatan hari jadi Kabupaten Bantul.