Kamis, 21 Oktober 2010

Robok-robok di Mempawah


Robok-robok adalah salah satu budaya Keraton Amantubillah Mempawah. Dan juga pada waktu bersamaan diadakan acara robok-robok masyarakat Melayu dan Bugis yang ada di Kuala Mempawah. Dan khusus masyarakat Kabupaten Pontianak seperti di Kecamatan Segedong, Kecamatan Kakap dan daerah lainnya. Dan acara robok-robok ini merupakan suatu upacara tahunan yang dilaksanakan penduduk Kabupaten Pontianak umumnya dan khususnya masyarakat Kuala Mempawah dan masuk kalender wisata. Dimana pada tahun ini acara robok-robok direncanakan mulai tanggal 5 Maret, yang dipusatkan di Pelabuhan Mempawah

Sejumlah pasangan muda-mudi datang menggunakan sepeda motor. Beberapa keluarga menggunakan mobil pribadi. Ada juga beberapa rombongan yang datang menggunakan mobil bak terbuka dan truk. Alhasil, sekitar 200 meter dari mulut jalan menuju lokasi terjadi kemacetan. Terlebih di sepanjang jalan menuju lapangan terdapat kios-kios para pedagang yang menjajakan berbagai produk, seperti pakaian, makanan, minuman, aksesoris, vcd, dan sebagainya.

Kendati hari itu cuaca begitu panas, matahari bersinar terik, namun tak mengendurkan niat orang untuk datang. Tujuan mereka satu, ingin menyaksikan robok-robok sekaligus berbelanja dan menikmati hiburan gratis. Beberapa turis asing pun nampak di antara ratusan pengunjung lokal.

Di lapangan, sejumlah tamu sudah menempati kursi-kursi beratap tenda besar yang menghadap sungai. Pengunjung yang tidak kedapatan kursi berdiri di bibir sungai. Tak lama kemudian perahu kuning yang membawa rombongan Pangeran Ratu dari Istana Amantubillah, DR Ir. Martian Adijaya Kesuma Ibrahim, MSc melaju di atas permukaan air Sungai Mempawah, sekitar 20 meter dari tempat para tamu duduk. Ketika memasuki Muara Mempawah, Pangeran Ratu dijemput oleh putra mahkota dan sejumlah punggawa keraton dengan menaiki perahu lancang kuning.

Perahu bermuatan pangeran ratu melaju tenang diatas permukaan air Sungai Mempawah. Perahu lancang kuning yang tersohor itu bertolak dari Keraton Amantubillah. Setibanya di muara, seorang punggawa keraton mengumandangkan azan. Selepas itu, putra mahkota dan punggawanya membuang sesajian ke laut sebagai talak bala. Begitulah inti kegiatan robok-robok yang berlangsung di Kuala Mempawah, pertengahan Maret lalu. Sejak pagi, masyarakat berbondong-bondong memadati lapangan di tepi Sungai Mempawah, sekitar 200 meter dari muara. Menjelang siang pengunjung yang datang semakin membludak. Bukan cuma warga Kuala Mempawah, tapi juga hanyak yang datang dari berbagai kampung di Kabupaten Pontianak. Bahkan tak sedikit warga Kota Pontianak yang sengaja datang dengan menempuh perjalanan darat sekitar 2 jam.

Di Muara Mempawah, seorang punggawa keraton mengumandangkan azan dari atas perahu. Selepas itu, putra mahkota melakukan ritual buang-buang sesaji ke laut sebagai talak bala. Selanjutnya, Pangeran Ratu dan permaisuri mendatangi para undangan, sedangkan putra mahkota kembali ke keraton.

Perayaan tradisi robok-rohok kali ini agak berbeda, lebih istimewa daripada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, perayaan yang dipusatkan di Sungai Mempawah dihadiri Raja dan Ratu serta perwakilan dari sejumlah keraton di Indonesia yang tengah mengikuti Festival Keraton Nusantara II. Mereka menjadi tamu spesial yang disertakan melihat langsung perayaan tradisi robok-robok.

Selepas acara seremonial pembukaan Pagelaran Seni Budaya Keraton Nusantara II dan Festival Seni Budaya Melayu IV se-Kalbar, para undangan dihibur dengan persembahan tari-tarian khas Kal-Bar. Ada tarian anging mamiri, khas Suku Bugis, Sulawesi Selatan. Kemudian tarian selamat datang khas Melayu yang dibawakan beberapa penari perempuan dengan mengenakan pakaian berwarna kuning. Dan dilanjutkan dengan tarian 6 gadis cilik yang sempat mencuri perhatian undangan.

Usai pembacaan doa penutup, para raja, ratu dan undangan dijamu oleh Pangeran Ratu makan siang di Istana Amantubillah. Prosesi makan siang ini menggunakan tradisi saprahan atau makan bersama khas masyarakat yang tinggal di pesisir. "Dahulu ketika Opu datang di Memawah belum ada rumah. Mereka kemudian duduk dan makan bersama di tepi sungai beratap langit. Tradisi ini kemudian dilakukan masyarakat Mempawah secara turun temurun," tandas Pangeran Ratu Mardan. Usai bersantap, beberapa undangan melakukan ziarah ke makam Ompu Daeng Manambon.

Makna perayaan tradisi robok-robok menurut Pangeran Ratu Mardan sebagai napak tilas kedatangan Opu Daeng Manambon. "Ketika itu para pengikut Opu Daeng Manambon, terdiri atas berbagai etnis dan agama," katanya. Dengan begitu robok-robok diyakini sarat dengan pesan persatuan dari semua etnis dan agama yang ada di Kalbar. Pesan itu merupakan warisan yang ditinggalkan Opu Daeng Manambon ketika mendirikan Kota Mempawah.

"Mereka berkumpul pada hari Rabu akhir bulan Safar. Bersama-sama mereka membangun Mempawah. Tadi ada makna harmonis antar etnis dan agama dibalik perayaan robok-robok ini," jelas Pangeran Ratu Mardan.

Bukti lain dari adanya keharmonisan itu, lanjut Mardan, bisa dilihat di kompleks pemakaman Opu Daeng Manambon. Di makam tersebut juga terdapt makam Panglima Hitam orang Dayak, Patih Humantir dan Damarwulan orang Jawa, Lo Tai Pak orang Tionghoa, dan beberapa makam etnis lainnya.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan robok-robok yang sudah menjadi salah satu kalender wisata nasional ini menjadi hihuran gratis masyarakat. Sejumlah hiburan ditampilkan seperti kontes motor air, busana adat, qasidah, karaoke lagu daerah, hadrah, albarzanji, panjat pinang, tepuk bantal, tarik tambang, tenis meja, bola voli, sepakbola anak gawang, lomba sampan, tarian daerah, dan atraksi kesenian lainnya yang ada di Kabupaten Pontianak. Kegiatan ini berlangsung di tepi Sungai Mempawah sejak pagi hingga malam hari.

Robok-robok bagi sebagian masyarakat lokal menjadi berkah tersendiri. Mereka mendulang rupiah dengan berjualan berbagai produk di deretan kios di sekitar lokasi yang berubah menjadi pasar kaget. Biasanya mereka berjualan seminggu sebelum dan sesudah pelaksanaan robok-robok