Rabu, 24 November 2010

Prajurit Keraton Jogja

Ingatan saya kembali pada masa kecil, sewaktu nenek saya mengajak untuk menonton acara Grebeg di alun-alun utara Kraton Jogja. Dan setelah SMP bersama teman-teman beberapa kali dengan bersepeda menikmati kota Jogja serta melihat acara Grebeg di Alun-alun. Yang membuat saya tertarik adalah Prajurit-prajurit Kraton Jogja dengan Pakaiannya yang tergolong indah dan mungkin mewah jika kita pandang pada waktu dahulu sebelum kemerdekaan.
Untuk mengenang itu, saat ini saya sedikit mengulas tentang Prajurit Kraton Jogja dan sedikit pernik-perniknya.

Keraton Kasultanan Yogyakarta memiliki kesatuan-kesatuan prajurit yang disebut bregada. Saat ini terdapat 10 bregada prajurit, yaitu : Prajurit Wirobrojo, Prajurit Dhaheng, Prajurit Patangpuluh, Prajurit Jogokaryo, Prajurit Prawirotomo, Prajurit Ketanggung, Prajurit Mantrijero, Prajurit Nyutro, Prajurit Bugis dan Prajurit Surokarso. Setiap bregada dipimpin oleh seorang perwira berpangkat Kapten, didampingi oleh seorang perwira berpangkat Panji, yang bertugas untuk mengatur dan memerintah keseluruhan prajurit dalam bregada. Setiap Panji didampingi oleh seorang Wakil Panji. Sementara regu-regu dalam setiap bregada dipimpin oleh seorang bintara berpangkat Sersan. Keseluruhan perwira dalam semua bregada dipimpin oleh seorang Pandega. Pucuk pimpinan tertinggi keseluruhan bregada prajurit Keraton adalah seorang Manggalayudha.

Saat ini, keberadaan bregada-bregada prajurit Keraton berada dibawah Pengageng Tepas Kaprajuritan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Bregada-bregada prajurit Keraton ini selalu tampil dengan urutan dan formasi tertentu sesuai peran dan fungsi masing-masing, sebagaimana yang ditampilkan dalam setiap defile pada upacara Garebeg.

Setiap defile biasanya dimulai dengan tampilnya Bregada Prajurit Wirobrojo. Dahulu, Prajurit Wirobrojo selalu berada di garis terdepan dalam setiap pertempuran. Karenanya di masa kini dalam berbagai upacara adat, bregada ini selalu diposisikan di barisan paling depan. Bregada Prajurit Wirobrojo menggunakan seragam berbentuk sikepan, ikat pinggang dari kain satin dan celana panji yang semua berwarna merah, sepatu pantopel hitam dengan kaus kaki putih, serta topi berbentuk lombokan berwarna merah yang disebut Kudhup Turi. Benderanya bernama Gula Klapa, dengan dwaja bernama Kanjeng Kyai Santri dan Kanjeng Kyai Slamet. Alat musik tambur dan seruling yang melengkapi korps musiknya, melantunkan lagu bernama Gendhing Dayungan dan Lagu Rotodadali. Senjata yang melengkapinya berupa senapan api dan tombak. Karena model seragamnya yang menyerupai lombok merah, Prajurit Wirobrojo juga disebut sebagai Prajurit Lombok Abang. Ciri nama-nama para prajurit dalam bregada ini selalu disertai dengan kata “Brojo”.

Pada urutan berikutnya, tampil Bregada Prajurit Dhaheng. Pengambilan nama bregada ini berkaitan dengan asal-usul para prajuritnya yang berasal dari Sulawesi. Ciri Bregada Prajurit Dhaheng adalah baju dan celana panjang putih dengan strip merah pada bagian dada dan samping celana, topi berbentuk mancungan berwarna hitam dengan hiasan bulu ayam warna merah putih. Benderanya bernama Bahning Sari, dengan dwaja bernama Kanjeng Kyai Jatimulyo atau Doyok. Korps musik Bregada Prajurit Dhaheng memainkan perangkat musik tambur, seruling, bende, ketipung, pui-pui dan kecer. Lagu yang didendangkan bernama Ondal-andil dan Kenobo. Senjata yang melengkapi Bregada Prajurit Dhaheng adalah senapan api dan tombak. Ciri nama-nama para prajurit dalam bregada ini selalu disertai dengan kata “Niti”.
Di belakang Prajurit Dhaheng, tampil Bregada Prajurit Patangpuluh. Bregada ini, bermula dari 40 orang prajurit yang pada jamannya dikenal memiliki keberanian dan ketangguhan luar biasa, yang sangat diandalkan di medan pertempuran. Prajurit Patangpuluh menggunakan seragam berbentuk sikepan dengan corak lurik khas Patangpuluh, celana pendek merah di luar celana panjang putih, rompi berwarna merah, sepatu lars hitam serta tutup kepala berbentuk songkok berwarna hitam. Benderanya bernama Cakragora, dengan dwaja bernama Kanjeng Kyai Trisula. Korps musik Bregada Prajurit Patangpuluh dilengkapi dengan perangkat musik tambur, seruling dan terompet yang melagukan Mars Bulu-bulu dan Gendera. Bregada Prajurit Patangpuluh dipersenjatai dengan senapan api dan tombak. Ciri nama-nama para prajurit dalam bregada ini selalu disertai dengan kata “Himo”.

Selanjutnya tampil Bregada Prajurit Jogokaryo. Ciri Bregada Prajurit Jogokaryo adalah seragam berbentuk sikepan dan celana bercorak lurik khas Jogokaryo dengan rompi kuning emas, sepatu pantopel hitam dengan kaos kaki biru tua serta topi hitam bersayap. Benderanya bernama Papasan, dengan dwaja bernama Kanjeng Kyai Trisula. Bregada ini dilengkapi dengan perangkat musik tambur, seruling, dan terompet, yang melagukan Tameng Madura dan Slagunder. Bregada Prajurit Jogokaryo dilengkapi dengan senjata berupa senapan api dan tombak. Ciri nama-nama para prajurit dalam bregada ini selalu disertai dengan kata “Parto”.
Bregada Prajurit Prawirotomo yang tampil di belakang Bregada Prajurit Jogokaryo beranggotakan para prajurit yang memiliki kelebihan dibanding prajurit lainnya. Kisah keberadaan bregada ini berasal dari sekitar 1000 orang anggota Laskar Mataram yang membantu Pangeran Mangkubumi dalam pertempuran melawan Kompeni Belanda. Laskar ini selalu berhasil gemilang dalam setiap pertempuran, sehingga mendapatkan nama Prawirotomo. Bregada ini menggunakan seragam berbentuk sikepan berwarna hitam serta celana pendek merah diluar celana panjang putih, sepatu lars hitam serta topi hitam berbentuk kerang. Benderanya bernama Geniroga atau Bantheng Ketaton, dengan dwaja bernama Kanjeng Kyai Trisula. Dilengkapi dengan perangkat musik tambur, seruling dan terompet yang mengumandangkan lagu Pandeburg dan Mars Balang. Senapan api adalah senjata utama yang melengkapi Prajurit Prawirotomo. Ciri nama para prajuritnya selalu disertai dengan kata “Prawiro”.

Berikutnya adalah Bregada Prajurit Ketanggung. Para prajurit dalam bregada ini pada jamannya bertanggung jawab atas keamanan di lingkungan Keraton, sebagai penuntut perkara, serta berkewajiban mengawal Sultan pada setiap kunjungan keluar Keraton. Seragam Bregada Prajurit Ketanggung berbentuk sikepan dengan corak lurik khas Ketanggung serta celana pendek hitam diluar celana panjang putih, sepatu lars hitam dan topi berbentuk mancungan berwarna hitam yang dihiasi dengan bulu-bulu ayam. Benderanya bernama Cakraswandana, dengan dwaja bernama Kanjeng Kyai Nanggolo. Korps musik bregada prajurit ini dilengkapi dengan perangkat tambur, seruling, terompet dan bende yang mengumandangkan lagu Bergola Milir atau Lintrik Emas dan Harjuno Mangsah atau Bima Kurda. Bregada Prajurit Ketanggung dipersenjatai dengan senapan api dengan bayonet terhunus serta tombak. Ciri nama-nama para prajuritnya selalu disertai dengan kata “Joyo”.
Puluhan warga Yogyakarta sukarela mendaftar jadi prajurit Keraton Yogyakarta. Padahal, gajinya atau biasa disebut paring dalem, hanya antara Rp 500 sampai Rp 2.000 setiap bulannya. Itu pun diberikan empat bulan sekali.

Seleksi keprajuritan Keraton Yogyakarta hanya dilakukan tiga tahun sekali. Seleksi terakhir pada November 2009 dengan jumlah peserta 100 orang. Menurut Enggar, keraton tidak pernah membuka lowongan keprajuritan secara terbuka. Informasi lowongan menjadi prajurit keraton biasanya hanya berlangsung melalui getok tular, dari mulut ke mulut.

Meskipun terbuka untuk umum, sebagian besar dari pendaftar adalah kerabat atau tetangga prajurit keraton. Tidak membuka lowongan terbuka saja sudah sebanyak ini pendaftarnya. Kalau menyebar informasi lowongan secara terbuka, mungkin akan kewalahan tim seleksi.


Untuk mengikuti seleksi menjadi prajurit keraton, ada sejumlah syarat administrasi, yaitu berusia kurang dari 40 tahun, minimal lulus SMP, tinggi badan minimal 165 sentimeter. Saat ini, Keraton Yogyakarta memiliki sekitar 600 prajurit yang terbagi dalam 10 bregada, regu.

Para prajurit berasal dari berbagai kalangan, di antaranya petani, dosen, dokter, pegawai kantor, maupun pensiunan pegawai. Beberapa dari mereka berdomisili di luar DI Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Mereka menyatakan bersedia menjalani kewajiban piket jaga malam dua malam berturut-turut setiap 20 hari sekali serta bertugas saat mengawal gerebeg. Sejak zaman Sultan Hamengku Buwono V, prajurit keraton tidak lagi diperuntukkan untuk berperang.
Demikianlah sekelumit tentang prajurit kraton Jogja yang mudah-mudahan dapat menjadi pengetahuan bagi anda atau menjadikan pengingat kembali akan kampong halaman untuk perantau dari Jogja seperti saya.