Rabu, 24 November 2010

Gamelan Sekaten Jogja

Gamelan SeSekaten merupakan event yang selalu diadakan 1 tahun sekali. berpusat di pelataran Masjid Kauman Yogyakarta…dan pasar malemnya ada di Alun-Alun Utara Yogyakarta Sekaten biasanya diadakan di tanggal 5 sampai 12 Maulud menurut kalender Jawa Sultan Agungan di upacara tradisi sekaten yang khas adalah diusungnya “Kagungan Dalem Gangsa Kangjeng Kyai Sekati saka Kagungan Dalem Bangsal Ponconiti Kamandhungan Lor Keben Kraton dilenggahake wonten Kagungan Dalem Bangsal Pagongan Lor lan Pagongan Kidul ingkang wonten Pelataran Kagungan Dalem Mesjid Gedhe”

diusung lah Gamelan milik Kraton Jogja ke Pelataran Majid Besar Kauman Jogja yang ditempatkan di Pagongan Utara danPagongan Selatan. Nah… Yang ditempatin di Selatan adalah Gamelan Kangjeng Kyai Gunturmadu dan yang ditempatin disebelah Utara adalah Kangjeng Kyai Nogowilogo.

Sejarah Gamelan

Gamelan sekaten yang pertama kali ditabuh berada di Demak yang dimiliki oleh Sunan Giri. Dan gamelan ini sekarang berada di Kasultanan Cirebon dan Kasultanan Banten. Dan gamelan yang berada di Kraton Jogja dan Kraton Solo sekarang itu peninggalan dari Sultan Agung Hanyakrakusumo.

Gamelan sekaten ini digunakan buat sarananya menyebarkan agama Islam yang dicampur dengan budaya Jawa. Konon, ide ini dicetuskan oleh Sunan Kalijaga yang mempunyai keinginan menggunakan Gamelan untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.

dimulainya gamelan sekaten ditabuh di Pelataran masjid Gedhe ini ketika Raden Patah bertahta di Kraton Demak yang juga terkenal dengan sebutan Sultan Bintara I. Ketika Sultan Trenggono, ratu Demak Bintara akan menikahkan salah satu putrinya dengan Fatahillah atau Sunan Gunungjati lalu Sunan Gunungjati mendapatkan titah untuk menyiarkan agama Islam. gamelan sekaten dari Kraton Demak sekarang menjadi pusaka Katon Kasepuhan Cirebon.

Sumber lain mengatakan klau Gamelan Sekaten yang berada di Kraton Jogja dan Kraton Solo bukan dari Demak tetapi peninggalan dari Sultan Agung Hanyakrakusumo. Kesimpang siuran ini karena… konon ceritanya kurang kumplit. Waktu itu yang menyampaikan cerita ini Sultan Hadiwijaya dari Kraton Pajang yang lagi bermusuhan dengan Arya Penangsang dari Jipang

Ditambah lagi dengan adanya Perjanjian Gianti 1755 yang juga mengimbas di aturan-aturan gamelan di kraton-kraton. Jadi yang punya gamelan sekaten Kasultanan Cirebon, Kasultanan Banten, Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kraton Kasunanan Surakarta.

Konon, gamelan yang ditinggalkan oleh Sultan Agung bernama Kangjeng Kyai Gunturmadu dan Kangjeng Kyai Guntursari. Setelah perjanjian Gianti tahun 1755 itu tuh… ada pembagian gamelan dimana Kangjeng Kyai Guntur Sari menjadi milik Kraton Kasunanan Surakarta dan Kangjeng Kyai Guntur Madu menjadi milik Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat.

Jadi untuk melengkapai Gamelan yang terpisah itu, Pakubuono IV membuat gamelan lagi istilahnya adalah mutrani gamelan Kangjeng Kyai Guntur Madu yang ada di Jogja.

Sejak saat ituh… di Kraton Kasunanan Surakarta mempunyai gamelan sekaten Kangjeng Kyai Guntur Sari (sing sepuh) dan Kangjeng Kyai Guntur Madu (mutrani).

Sementara di Kraton Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat, Sultan Hamengkubuono I juga membuat pasangan dengan mutrani Kangjeng Kyai Guntur Sari yang ada di Solo dan diberi nama Kangjeng Kyai Nagawilogo. Nagawilaga sendiri mempunyai arti lo…

Naga berarti ular yang angat besar dan menurut kepercayaan jawa Ular yang bisa menyangga Bumi, Wi berarti menang dan Laga berarti perang. Jadi nama Kangjeng Kyai Nagawilaga berarti perjuangan Pangeran Mangkubumi untuk memenangkan peperangan dan mempertahankan Kraton Mataram dari serangan Bangsa Belanda dan peperangan tersebut dibantu oleh rakyat.

Sejak ituh Gamelan Sekaten di Kraton Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi lengkap dengan Kangjeng Kyai Guntur Madu (sing sepuh) dan Kangjeng Kyai Nagawilaga (mutrani)

Gamelan yang sudah lengkap ini setiap tahun dikeluarkan dari Kraton Jogja untuk ditabuh. Konon… Katanya yang mendengarkan tabuhan gamelan ini bisa awet muda… Kedua gamelan itu tidak akan dibunyikan secara bersamaan. Ada tanda lampu merah dan hijau di depan pagongan selatan maupun utara. Yang lampunya hijau berarti yang ditabuh. Masing-masing gamelan akan ditabuh ½ jam ber- ganti-gantian selama Upacara tradisional sekaten diadakan. Nah kalo hari jumat… gamelannya ditabuh setelah sholat jum’at….