Senin, 08 November 2010

Sebagian berita tentang relawan Mereapi

Sungguh berat tugas dari para relawan dan petugas evakuasi. Selain harus mempertaruhkan nyawa, mereka juga dihadapkan pada keadaan-keadaan menyeramkan yang tak mudah mereka lupakan. Seperti apa?


Ketika kita mendengar kata 'evakuasi korban' mungkin yang terbersit di benak kita adalah upaya penyelamatan dengan mempertaruhkan diri sendiri demi kepentingan orang lain. Ketika korban berhasil diselamatkan, bisa jadi kebanyakan dari kita akan berpikir bahwa risiko yang diembannya telah berhenti sampai di situ saja.

Tapi jangan salah. Terkadang para relawan dan petugas evakuasi harus menanggung risiko tambahan meski mereka telah dengan sukses membawa pulang korban (baik hidup atau mati).

Seperti yang dikisahkan oleh Sersan Dua Aditya Novianto misalnya. Anggota Kopassus dari Grup 2 Kartosuro ini menyimpan sejumlah cerita menyeramkan kala mengevakuasi korban letusan gunung Merapi.

Hal yang masih selalu diingat oleh Aditya adalah ketika dia dan rombongan ditugaskan untuk mengevakuasi korban wadhus gembel pada letusan pertama (26/10/1010) silam. Kala itu mereka mendatangi dusun Ngemprengan, di Umbulharjo.

"Saya menemukan mayat laki-laki. Ketika saya angkat untuk dimasukkan ke kantong mayat, tiba-tiba kepalanya terlepas," ujarnya kepada detikcom di pos pengungsian Maguwoharjo, Senin (8/11/2010).

Bagi Aditya pengalaman tersebut sungguh berbekas di hatinya. Diakuinya, peristiwa itu terus membayangi sampai sekarang. Pria asal Pati Jawa Tengah ini juga mengungkapkan bahwa rekan-rekannya di Kopassus juga mengalami hal serupa.

Tidak berhenti sampai di situ, bukan pengalaman itu saja yang harus ia hadapi. Pada proses evakuasi di tempat dan waktu terpisah, Aditya juga pernah mendapati pemandangan yang sungguh
tragis.

Kala itu dia dan rombongan menghampiri sebuah rumah yang bentuknya sudah tidak karu-karuan akibat diterjang awan panas. Ketika pintu rumah dibuka, mereka mendapati sembilan anggota keluarga berkumpul dalam posisi sujud di ruang tengah.

"Sudah menjadi mayat semua. Pemandangannya sangat ngenes," paparnya.

Selain cerita menyeramkan seperti di atas. Aditya juga pernah mengalami hal unik dari letusan Merapi yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

"Pernah kita melintasi jalan dengan mobil. Namun mendadak di tengah jalan kita dikagetkan karena ada batu bulat menutupi badan jalan. Kita bengong. Karena kok bisa batu sebesar itu terlempar dari Merapi."

Namun, terang Aditya, meski mendapati jalan berliku dan pengalaman tidak mengenakkan pada saat melakukan evakuasi hal tersebut tidak dijadikannya alasan untuk mundur dari tugas yang telah dibebankan kepadanya.

"Tugas dari atasan harus dijalankan dengan sebaik-baiknya," lugasnya.

http://www.lintasberita.com/go/1447243

Lima orang tim relawan Taruna Siaga Bencana (Tagana) tewas diterjang awan panas. Mereka bertahan sampai detik terakhir menjaga rumah warga dan gudang logistik dari penjarahan.

Slamet Ngatiran relawan pertama yang tewas saat Merapi pertama kali 26 Oktober 2010. Slamet relawan terlatih warga asli Glagaharjo, Cangkringan Sleman dan masih kerabat dengan mbah Maridjan.

Slamet meninggalkan seorang istri dan satu orang anak.Andi Hanindito Komandan Tagana bercerita, kalau istri slamet nampak tegar saat mendengar suaminya meninggal saat tugas. "Anaknya juga harus tahu. Kalau bapaknya meninggal saat menunaikan tugas mulia," ucap Andi.

Empat orang lainnya tewas saat merapi erupsi pada Jumat (6/11/2010). Supriyadi dan Jupriyanto belum ditemukan jenazahnya. Sedangkan Ariyanto, Samiyo sudah dimakamkan Minggu siang.

"Sebetulnya saya sudah melarang, karena kondisi lapangan yang tidak terprediksi. Namun rasa solidaritas mereka sangat tinggi, akhirnya mereka tetap ke atas," kata Andi seperti dilansir dari siaran tvOne, Minggu petang kemarin.

Alasan mereka ke atas adalah untuk menjaga gudang logistik warga. Serta menjaga rumah warga sekaligus mengevakuasi warga yang masih terjebak di atas. Mengingat saat itu erupsi Merapi terjadi tengah malam secara tiba-tiba.

Empat orang ini memang sangat mengerti kondisi Merapi, karena tumbuh dan besar di kaki gunung Merapi di Cangkringan, Sleman. Mereka terlatih menjadi relawan sejak Merapi "batuk" pada 2006 silam.

Namun tiba-tiba awan panas datang menerjang. Tak dikira kecepatan awan langsung megarah ke lokasi meraka. Dua orang terjebak di dalam gudang logisik, dua orang lainnya tidak ketahuan, karena sedang keliling mencari korban Merapi.

Diduga kedua korban ini tertimbun debu vulkanik. Namun teman-teman mereka tak putus asa untuk mencari dua jenazah. "Kita akan terus berusaha. Siapa tahu dengan mukjizat tuhan, siapa tahu mereka selamat," harap Andi.

Andi mengatakan, saat ini ada sekitar 1.800 relawan yang tersebar di Boyolali, Sleman, Magelang untuk membantu korban Merapi. Tak terkikis sehelai pun semangat mereka meski lima rekan mereka tewas.

http://nasional.inilah.com/read/detail/954732/relawan-merapi-pengabdian-hingga-akhir-hayat

Bencana letusan Gunung Merapi menyatukan banyak pihak untuk saling membantu. Tak terkecuali para prajurit Marinir TNI AL. Mereka turut berjibaku memberikan bantuan. Mulai dari mengevakusi korban dari wilayah rawan bencana, memasak hingga mengasuh anak-anak di tenda-tenda pengungsian.

Setidaknya hal itu terlihat di barak pengungsian Lapangan Tembak Akademi Militer (Akmil), Desa Plempungan, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Di tempat itu ratusan anggota pasukan elit TNI AL itu sigap dengan tugasnya masing-masing.

Ada yang sibuk hilir mudik melakukan penjemputan atau evakuasi korban dari berbagai tempat berbahaya. Mereka membawa korban selamat ke pengungsian. Bagi korban luka atau meninggal dibawa ke tempat khusus lainnya.

Sementara yang lainnya, sibuk memasak di dapur umum. Mereka meracik sejumlah bahan makanan menjadi makanan siap saji bagi para ribuan pengungsi.

"Wah baru tahu saya, ternyata tentara bisa masak," ujar Siti Umairoh (40), salah satu pengungsi dari Desa Keiren, Kecamatan Srumbung kepada detikcom. Sudah tiga hari ini dia berada di barak pengungsian itu.

Di bagian lainnya, para anggota Marinir terlihat asyik bercanda dengan sejumlah bocah. Ada saja ulah dan perkataan mereka yang membuat anak-anak itu tertawa. Kesan tegas atau garang seorang prajurit militer serasa tidak berbekas.

"Aku senang banget main bola sama bapak tentara," ujar Andri Sulistiyo (11), asal Desa Ngargosuko, Kecamatan Dukun.

Pakai Hati dan Kemanusiaan


Wakil Komandan (Wadan) Satgas Penanggulangan Bencana Merapi Korps Marinir TNI-AL, Mayor Marinir Idha Muhamad Basri menyatakan, pihaknya menerjunkan 450 personel untuk membantu para korban letusan Merapi. Mereka yang ditugaskan memang diminta untuk mengedepankan hati nurani dan perasaan kemanusiaan dalam menjalankan tugas.

"Terbaik untuk rakyat adalah terbaik untuk kita. Dan itu semua harus dilakukan dari hati ke hati," ungkap Basri.

450 Personel Marinir itu diterjunkan di wilayah Magelang dan Klaten. Mereka bertugas mengendalikan penduduk, mencari korban, serta melakukan kegiatan sosial lainnya, seperti pengadaan barak pengungsi, pengobatan pengungsi, distribusi logistik, serta penyiapan dapur umum.

"Pesan saya kepada anggota, rebutlah hati rakyatmu yang sedang kesusahan dengan hatimu sendiri yang juga sebagai rakyat," tutur Basri.

http://www.detiknews.com/read/2010/11/08/184057/1489685/10/kiprah-marinir-dari-mengevakuasi-korban-memasak-hingga-mengasuh-anak?nd992203605

VIVAnews - Kepala Tim SAR bencana Gunung Merapi Suseno mengatakan lima relawan tewas selama erupsi Gunung Merapi yang dimulai 26 Oktober lalu. Namun hingga kini, baru tiga jasad relawan yang bisa dievakuasi.

"Dua lainnya belum bisa karena awan panas kembali turun. Kelimanya di Glagaharjo," kata Suseno saat dihubungi VIVAnews.com, Minggu 7 November 2010. Kelima relawan ini merupakan tim Taruna Tanggap Bencana (Tagana).

Ketiga relawan yang sudah dievakuasi adalah Slamet Ngatiran, Ariyanto B, dan Samiyo. "Yang belum dievakuasi Juprianto dan Supriyadi," kata Suseno.

Suseno mengimbau agar para relawan tidak ambil risiko saat bertugas mencari korban letusan Merapi. Karena, sambung dia, awan panas Merapi tak bisa diprediksikan kapan keluar dan di mana. "Kami juga imbau kepada warga," kata dia.

Suseno juga mengingatkan agar orang yang mau jadi relawan harus dibekali kemampuan dan keahlian dalam mengambil keputusan di tengah kedaruratan. "Tidak hanya modal nekat," kata dia.

Sampai saat ini pun, dia masih membekukan operasi Tim SAR. Operasi terakhir, hanya tadi subuh. Namun, awan panas kembali turun sehingga ia terpaksa menarik tim SAR.

Sejauh ini, kata dia, evakuasi diprioritaskan bagi warga yang tinggal di sekitar sungai yang berhulu di Gunung Merapi. "300 meter dari sungai yang dilalui sungai-sungai ini harus steril," kata dia. (hs)

• VIVAnews

http://nasional.vivanews.com/news/read/187367-identitas-lima-relawan-merapi-yang-tewas