Rabu, 09 Februari 2011

Imlek di Jogja

Sewaktu Imlek beberapa hari yang lalu, ada beberapa siswa saya yang sempatkan kirim kue keranjang kerumah saya, terima kasih tuk kirimannya.

diwaktu yang laen siswa saya tersebut bertanya pada saya begini :"Pak, di Jogja (asal saya) ada perayaan Imlek tidak sih..."

Untuk menjawab pertanyaan itu saya hanya bilang ada, dan saya coba tuk tanya mbah Google dan ternyata saya mendapatkan jawabannya.

yang akan saya kopas saja mudah2 an dapat ijinnya dari yang saya ambil, sekaligus ini sebagai permintaan ijin saya :

Festival Budaya Tionghoa Meramaikan Perayaan Imlek di Yogyakarta


Untuk keenam kalinya, Festival Budaya Tionghoa di kota Yogyakarta akan kembali digelar. Pembukaan acara tahunan ini akan dilakukan pada tanggal 13 Februari, dan akan berlangsung hingga 17 Februari 2011.

Walikota Yogya Herry Zudianto menjelaskan, event spesial merayakan tahun baru China ini digelar untuk melestarikan budaya Tionghoa dan budaya daerah lain di Yogyakarta agar dapat berkembang seiring dengan budaya Jawa. Ia menginginkan, event ini dapat menjadi salah satu ikon utama wisata Yogya, dan dapat menjadikan Kampung Ketandan, tempat pelaksanaan festival sebagai simbol wajah entis Tionghoa di Yogyakarta dan Indonesia.

“Untuk tahun ini, akan ada rumah Tionghoa di Ketandan yang berumur 125 tahun, sedang dinego, untuk dijadikan rumah budaya Tionghoa, semacam museum. Selain itu, akan hadir lagi naga raksasa sepanjang 140 meter yang tahun lalu memecahkan rekor MURI, dan sebuah barongsai raksasa yang menemani liong,” terangnya di Balaikota Yogya, Selasa (1/2).

Sementara, Ketua Umum Panitia Pekan Budaya Tionghoa 2011, Tri Kirana Muslidatun menambahkan, pembukaan akan diawali dengan karnaval budaya, dari Taman parkir Abu Bakar Ali menuju titik nol kilometer Yogya, yang melibatkan berbagai unsur masyarakat Yogya dan luar Yogya. selain itu, akan dibangun sebuah patung kelinci, sebagai tanda memasuki tahun kelinci, yang akan dipasang selama satu tahun di salah satu perempatan Kota Yogya.

“Untuk acara festival sendiri, selain bazar makanan, juga ada pentas seni tiap hari dari pukul jam lima sore hingga jam 11 malam. Wayang Poo Tay Hee dan berbagai perlombaan bernuansa Tionghoa tetap akan dihadirkan. Tema tahun ini adalah Ayo Ke Yogya, Yogya Pelangi Budaya indonesia,” ujarnya.

Sedangkan Ketua Bidang Acara Festival budaya Tionghoa 2011, Anggi Minarni mengungkapkan, di dalam karnaval nanti, akan hadir pula kesenian mahasiswa asing (China, Myanmar, dan Kamboja), serta penampilan jathilan warga Lereng Merapi. Tiap sore, menurutnya akan ditampilkan wayang Po Tay Hee untuk anak-anak, dimana anak-anak tersebut diberi kesempatan belajar memainkan wayang Poo Tay Hee.

“Bila tahun lalu kami mengangkat topik mie, maka untuk tahun ini, kami akan mengupas habis mengenai busana wnita Tionghoa Indonesia,” jelasnya. (Den)

sumber : http://yogyanews.com/festival-budaya-tionghoa-meramaikan-perayaan-imlek-di-yogyakarta/

Perayaan Imlek di Jogja dan Kesejahteraan Rakyat


Di Yogyakarta, warga merayakan tahun baru Imlek dengan menggelar Pekan Budaya Tionghoa ke-6 tahun secara sederhana. Hal ini sengaja dilakukan sebagai bentuk empati untuk para korban bencana Erupsi Gunung Merapi yang sampai sekarang masih tinggal di posko pengungsian.

“Jogja Pelangi Budaya Indonesia, Ayo ke Jogja” demikian tajuk pekan budaya yang akan dimulai 13-17 Februari mendatang digelar di Kampung Ketandan kawasan Malioboro. “Ini wujud bahwa Yogya adalah kota multikultur yang mampu merajut berbagai budaya,” kata Wali Kota Yogyakarta, Herry Zudianto, kepada wartawan dalam jumpa pers di Balai Kota, Senin (1/2) lalu.

Rangkaian budaya dijadwalkan seperti karnaval, pentas barongsai, dan penampilan pelaku seni dari desa-desa lereng Merapi. Seperti jathilan dari dusun Pangukrejo, Kepuharjo Cangkringan, dan Pakem Sleman. Selain itu, rencananya akan menghadirkan naga raksasa sepanjang 140 meter tahun lalu memecahkan rekor MURI.

Perayaan tahun baru Imlek tidak hanya dirayakan oleh etnis Tionghoa yang beragama Kong Fu Zi, Dao, Buddha, tapi juga dirayakan oleh yang beragama Kristen dan Katolik. Mereka meyakini bahwa dewa sedang naik ke langit melaporkan segala perbuatan umat. Jika laporannya baik maka akan kembali membawa berkah. Sebaliknya, jika buruk akan mendapat hukuman.

Perhitungan tanggal Imlek dibuat sejak masa hidup Konfusius (Gungfu Zi). Kerajaan menjadikan tahun kelahirannya sebagai awal tahun (tahun 0). Pun makna ucapan imlek berarti, selamat tahun baru atau Gong Xi Fa Cai, yang diucapkan warga Tionghoa, dengan harapan agar di tahun yang baru dapat memperoleh kekayaan.

Tahun 2562 yang merupakan tahun kelinci ini identik dengan kehati-hatian dan keprihatinan. Diharapkan pula tahun kelinci ini pemerintah akan memperhatikan kesejahteraan rakyat dibandingkan kepentingan lainnya.

Sebelumnya, Imlek tidak dirayakan seperti sekarang. Ekspresi budaya dan tradisi Tionghoa ini selama masa Orde Baru, lebih kurang 32 tahun lamanya, dilarang. Bahkan, mengutip Bambang Purwanto (2006), warga keturunan Tionghoa tidak ditulis dalam buku-buku sejarah.

Hari raya Imlek baru dinyatakan sebagai hari raya pada masa Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Setelah dicabutnya Instruksi Presiden No 14/1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Orang Tionghoa di Indonesia, lalu Gus Dur mengeluarkan Instruksi Presiden No 6/2000. Kemudian, masa pemerintah Megawati Soekarno Puteri, Imlek ditetapkan sebagai hari libur umum. Sejak itu etnis Tionghoa dapat mengekspresikan budaya dan tradisinya.

http://berdikarionline.com/jeda/20110204/perayaan-imlek-di-jogja-dan-kesejahteraan-rakyat.html