Di suatu tempat bernama schatkamer (ruang penyimpanan harta) di Gedung Gajah ada payung, baju zirah dari emas, helm, mahkota, tempat sirih, keris pusaka, tombak, dan pedang. Semua benda itu ada yang hasil rampasan dari musuh dan juga hadiah dari para sahabat, yaitu para Sultan di Nusantara.
Selain itu juga ada koleksi kerajaan yang cukup bersejarah seperti anting, kalung dan gelang yang berasal dari kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah. Semua ruangan dipenuhi oleh patung, tempat kemenyan, dan macam-macam benda yang digunakan untuk pemujaan Buddha.
Begitu pula benda-benda berharga dari Lombok yang tidak dimiliki oleh Rijkmuseum Amsterdam. Yang dipamerkan di sini antara lain cincin logam pada baju zirah yang lebih dari ribuan tahun digunakan oleh orang Moor dan Saraken (orang muslim di Spanyol dan Afrika Utara) untuk berperang melawan orang Franken, dan pada kekalahan di Poitiers melawan Karel Martel.
Di ruangan tengah dapat dijumpai relief berukir dan patung-patung yang berasal dari candi-candi Buddha dan Brahmana. Para ilmuwan akan menemukan motif dari Yunani, Mesir dan Asyiria pada karya-karya pahatan Hindia kuno.
Cerita tentang museum dengan segala isinya yang diuraikan dengan terperinci oleh Prajurit Belanda itu ternyata bukan tanpa maksud. Dia sebenarnya ingin memberitakan kepada banyak orang, terutama orang-orang dari negerinya yang berpikiran bahwa Hindia Belanda saat itu penduduknya masih sangat primitif, bahkan masih dianggap sebagai ‘manusia setengah kera.’
Dia menyatakan: “Saya sebutkan semua ini karena ini menyangkut peradaban dan kebudayaan yang berumur ribuan tahun. Alasan lain karena saya pernah beragumentasi dengan banyak orang Belanda yang menyatakan bahwa para manusia setengah kera di Hindia ini mulai dimanusiakan pertama kali pada saat kedatangan bangsa Eropa di sini. Maka, bagi siapa saja yang masih berpendapat seperti itu, sebaiknya pada hari Minggu pagi yang cerah seperti saat ini datang berkunjung ke Museum Batavia (Gedung Gajah). Mudah-mudahan dia akan segera sembuh dan sadar dari pandangan Barat yang menyesatkan, karena para penduduk di sini telah lama beradab justru ketika pada saat kita di Eropa Utara masih hidup secara liar.”
Selanjutnya dia juga mengatakan: “Pada hari Minggu, pintu masuk gratis (mulai pukul 8 hingga 3 sore). Saya pernah bercakap-cakap dengan banyak orang di Hindia meskipun mereka sering berkunjung ke Batavia, tapi belum pernah sama sekali mengunjungi museum yang berguna untuk pengetahuan. Itu keliru, sangat keliru! Saya berani bertaruh banyak orang Belanda yang masih menganggap Hindia masih berupa neeri liar yang banyak terdapat harimau dan ular serta di sana-sini perkebunan gula dan tembakau. Mereka akan terkejut jika tahu bahwa di sini ada museum yang terkenal di dunia. Ya, ada banyak orang Amerika, Inggris, Jerman dan Prancis yang ternyata lebih banyak tahu negeri koloni kita dibanding orang Belanda yang hanya mengetahui sedikit.” (Masup Jakarta, 2007).
Nah, jika seorang prajurit Belanda saja, pada lebih dari seabad lalu, dapat mengambil banyak manfaat, pengetahuan dan ilmu dari kunjungannya ke Museum Nasional, (Gedung Gajah), pasti kita juga bisa.
Diabil dari : http://www1.kompas.com/readkotatua/xml/2011/08/09/1917366/Telah.Lama.Beradab.Saat.Eropa.Utara.Masih.Liar