"Kalau itu sikapnya (SBY) begitu, pasti dia menghendaki gubernur dipilih langsung. Maka keistimewaan Yogya selama ini akan diakhiri oleh SBY," kata Wakil Ketua Komisi II, Ganjar Pranowo, saat dihubungi detikcom, Sabtu (27/11/2010).
Menurut Ganjar, penetapan Gubernur DIY seperti yang berlangsung sampai saat ini adalah bagian dari kekhususan dan keragaman daerah, sebagaimana tertulis dalam pasal 18A ayat 1 UUD 1945. Kekhususan dan keragaman ini juga yang melandasi diberlakukannya hukum syariah di Aceh, otonomi khusus Papua, dan ditunjuknya Walikota di Provinsi DKI Jakarta.
"Nah, sekarang kalau soal DIY presiden mau seperti itu, mestinya presiden bilang tidak perlu ada otsus Papua, Aceh harus pakai hukum nasional, DKI walikotanya dipilih langsung. Berani nggak Presiden melakukan itu?" kata politikus PDI Perjuangan.
Ganjar mengatakan, jika yang dijadikan landasan presiden adalah pasal 18 ayat 4 UUD bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis, kenapa hal yang sama tidak dilakukan pada Walikota DKI yang ditunjuk langsung.
"Justru presiden yang tidak memahahi konstitusionalitas dalam pasal 18A yang
mengatur keistimewaan dan kekhususan daerah," kata Ganjar.
Menurut Ganjar, Presiden sebaiknya memanggil Sri Sultan Hamengkubowono X untuk membicarakan RUU Keistimewaan DIY, khususnya soal klausul pemilihan langsung atau penetapan itu. Hal ini penting untuk mempercepat penyelesaian UU Keistimewaan DIY, di samping jabatan Sultan yang akan berakhir Oktober 2011.
Sebelumnya, dalam rapat terbatas di Kantor Presiden kemarin, Presiden menyatakan tidak mungkin Indonesia menerapkan sistem monarki, karena akan bertabrakan baik dengan konsitusi maupun nilai demokrasi. Untuk itu pemerintah dalam penyusunan RUU Keistimewaan DIY optimistis bisa menemukan satu kerangka yang bisa menghadirkan sitem nasional atau keutuhan NKRI dan keistimewaan Yogyakarta yang harus dihormati.
"Tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi," kata Presiden SBY.
Penggarapan RUU Keistimewaan DIY molor dari jadwal yang seharusnya sudah rampung dalam 100 hari pemerintahan SBY. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubowono X pernah mengusulkan referendum terkait klausul Gubernur DIY ditetapkan atau dipilih langsung. Referendum bisa jadi salah satu alternatif jika belum ada kata sepakat mengenai poin substansial dalam pembahasan RUU Keistimewaan DIY itu.
Sekitar seratus massa perwakilan dari beberapa perhimpunan pedukuan di Daerah Istimewa Yogyakarta mendatangi kantor DPRD meminta segera mengelar sidang paripurna istimewa.
Menurut Sukirman, Ketua Paguyuban Dukuh se-DIY Semarsembogo salah satu perhimpunan masyarakat Yogya yang datang ke DPRD mengatakan tuntutan utama adalah agar DPRD segera bersikap terhadap RUU Keistimewaan Yogyakarta.
"Kita sampaikan ke DPRD dan mendesak untuk segera mengelar sidang paripurna istimewa mengenai pengisian gubernur dan wakil gubernur DI Yogyakarta dengan penetapan. Selain itu juga sikap menolak RUU Keistimewaan Yogyakarta," tegas Sukirman kepada INILAH.COM, Rabu (01/12/2010).
Menurutnya hasil sidang paripurna nantinya akan dikirim ke DPR RI dan Presiden, sebagai masukan bahwa rakyat Yogyakarta menolak terhadap RUU Keistimewaan Yogyakarta.
Menurut Sukirman, semua fraksi di DPRD sepakat dan menyambut baik aspirasi dari perhimpunan masyarakat Yogya ini. "Hanya fraksi Partai Demokrat yang tidak memberikan sikap jelas, tapi kami memaklumi itu karena pasti Partai Demokrat ada di dibelakang Presiden SBY, tapi tanpa dukungan rakyat bisa apa," tegasnya.
Ribuan orang berbaris dari Alun-Alun Utara di depan Istana Yoyakarta ke gedung dewan legislatif provinsi pada Senin untuk menghadiri sesi pleno terbuka yang telah dipanggil untuk membahas penunjukan otomatis's Sultan Yogyakarta sebagai gubernur.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, sekolah mengirimkan siswa mereka pulang lebih awal dan semua toko di sepanjang kawasan wisata Malioboro ditutup.
Di antara orang pria mengenakan surjan, pakaian tradisional Jawa, dengan keris [seremonial keris Jawa] di sisi depan baju mereka.
"Di Jawa, ketika Anda menunjukkan keris Anda seperti ini, itu berarti Anda siap untuk pergi berperang," seorang pria dikutip di Metro TV.
Sidang pleno akan berlangsung di 13:00 pada Senin.
"Kami pertama-tama akan mengadakan Rapat Rakyat untuk mendukung sultan dan menyerahkan surat rekomendasi kepada legislatif provinsi," kata Sukiman Hadi Wijoyo, Kepala Desa Pejabat's Yogyakarta Association.
Yoeke Indra Agung Laksana, ketua legislatif provinsi, mengatakan ia menyambut warga untuk menghadiri sidang pleno dan menyampaikan surat bersama untuk mendukung Sultan terus secara otomatis diangkat sebagai gubernur.
"Kami akan mendorong sikap politik untuk mendukung RUU yang mengatur status khusus dari Yogyakarta dan penunjukan gubernur dan wakilnya tanpa pemilu," katanya.
Orang juga menurunkan bendera Indonesia untuk setengah staf di depan rumah mereka, sebagai ungkapan keprihatinan tentang kontroversi seputar's status Yogyakarta.
Seorang warga bernama Sugiardi mengatakan bendera melambangkan harapan bahwa kontroversi itu akan segera berakhir.
"Saya berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan datang dengan kebijakan yang bijaksana untuk Yogyakarta," kata Sugiardi.
Trend mengibarkan bendera setengah nasional-staf dimulai oleh Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto, pada hari Minggu.
"Saya menyerukan protes," kata Herry setelah menurunkan bendera.
” "Saya tidak melakukan ini sebagai wali kota Yogyakarta tetapi sebagai warga negara Indonesia yang lahir dan tinggal di Yogyakarta, sebagai protes dari pemerintah sikap pada status khusus Yogyakarta, yang telah menciptakan perdebatan yang mengancam untuk membagi bangsa kita."
Pemerintah pekan lalu menunjukkan bahwa tagihan tertunda-lama di's status Yogyakarta, termasuk pemilihan gubernur tersebut, akan diserahkan ke DPR setelah kembali dari reses. DPR terus istirahat pada hari Jumat dan kembali pada Jan 10.