Sabtu, 04 Desember 2010

Survey Versi Pejabat tentang Jogja

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengkl aim 71 persen rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menginginkan pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur dipilih secara langsung.
Hal itulah yang menjadi salah satu dasar pemerintah dalam menyusun Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta seperti seperti sekarang ini.

"Menurut survei yang pernah saya baca, 71 persen rakyat Yogya ingin pemilihan langsung. Survei tahun 2010, meskipun yang namanya survei bisa macam-macam ya," katanya kepada wartawan di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta, Sabtu (4/12/2010).

Namun, saat wartawan mempertanyakan lembaga yang melakukan survei, Djohermansyah tidak menjawab secara tegas. "Saya pernah baca," katanya berkali-kali.
Sementara itu, Ketua Parade Nusantara Jiono, yang juga Kepala Desa di salah satu Kabupaten Bantul, mengatakan, mayoritas rakyat Yogyakarta menginginkan agar Sri Sulta Hamengku Buwono dan Pakubuwono otomatis ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur.

"Kalau melalui pemilihan kami tidak akan ikut. Kami boikot," katanya.

Untuk mengukur aspirasi Yogyakarta terhadap draf RUU versi pemerintah, Jiono juga menuntut dilakukan referendum. "Belanda saja mengakui kedudukan Ngarso Dalem Sri Sultan sebagai pemimpin Yogyakarta. Menjadi lucu jika pada masa NKRI kita harus minta agar Ngarso Dalem ditetapkan melekat Sultan-Gubernur, Gubernur-Sultan," katanya.

Lucunya :
1. Pejabat tak tahu yang dibaca apa ?
mungkin surveynya dilakukan oleh NARUTO kalo tidk berarti baca komik hitung2 annya
detektif Conan
2. 71 % rakyat Jogja atau 70% rakyat Indonesia yang berada di Jogja

Silahkan anda nilai sendiri kompetensi pejabat tersebut dalam memegang jabatannya.

Konflik tentang Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memicu renggangnya hubungan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Walaupun dua penghargaan telah disematkan kepada Sultan, namun publik tetap menyorot masalah internal bangsa.

Terkait hal tersebut Forum Indonesia Sejahtera (FIS) mempertanyakan visi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam membawa bangsa Indonesia ke masa depan. FIS memandang, pertanyaan itu perlu dikemukakan karena rakyat perlu mengetahui tujuan yang hendak dicapai (visi) bangsa ini dalam konteks persaingan antarnegara di kawasan Asia Tenggara dan Asia di era globalisasi ini.

"FIS melihat bangsa Indonesia dari hari ke hari hanya berputar-putar pada permasalahan-permasalahan internal yang menguras energi, sementara bangsa-bangsa di kawasan Asia lainnya telah menikmati kemakmuran dari pembangunan yang berlandaskan visi mereka masing-masing," ucap Ketua Presidium FIS Hendarmin Ranadireksa kepada okezone, Jumat (3/12/2010).

Lebih lanjut Hendarmin menyatakan, negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, India, dan Cina, telah mencanangkan visi masing-masing sejak pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an.

"Dengan pembangunan berlandaskan visi itulah kini rakyat bangsa-bangsa tersebut telah menikmati kemakmuran. Singapura dengaan visinya, kini kita kenal sebagai pusat keuangan di Asia Pasifik, Malaysia, dan India menjadi mata rantai industri piranti lunak teknologi informatika, Thailand sebagai pemasok pangan dan pasar turisme, serta China menjadi kekuatan industri manufaktur terbesar di dunia," imbuhnya.

Negara-negara tersebut, lanjutnya, kini bukan lagi sekadar pasar, namun telah bersaing sebagai produsen, menyusul negara-negara yang telah lebih dulu maju, seperti Jepang, Korea, dan Hong Kong.

"Lalu di manakah posisi Indonesia dalam persaingan global? FIS menengarai pemerintahan SBY periode 2004-2009 sampai periode 2009-2014 sekarang ini, tetap tidak mendasarkan kinerjanya pada visi. Semua nampaknya dilakukan sebagai business as usual tanpa terobosan-terobosan mendasar yang dapat membawa bangsa ini keluar dari kemelut permasalahan yang diakibatkan krisis multidimensi sejak 1997 lalu," tutupnya.
(ful)